Rabu, 06 Januari 2010

IMBC, 22 Des 2009

Selasa 22 Desember 2009 — Admin
RPJMD Sumut 2009 Belum Singgung Ekonomi Mikro

>>yoko, medan
Ketua Komisi B DPRD Sumut Layari Sinukaban SIP menilai Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Sumut 2009-2013 belum menyinggung soal ekonomi mikro.
"Karena itu kita merasa sangat terkejut prihatin, terenyuh, terperangah dan heran, mendapati kenyataan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Sumut 2009-2013, tak satu kata pun menyinggung soal ekonomi mikro," tutur Layari, Selasa (22/12), menyikapi undangan sosialiasi RPJMD dari Gubernur Sumut kepada dewan, besok (23/12) di Hotel Grand Antares.
Bahkan menurut politisi Partai Demokrat ini, setelah membaca naskah RPJMD berkali-kali, kata ekonomi makro pun cuma sekali disebut.
Padahal, kata Layari, pembangunan ekonomi mikro atau ekonomi pro rakyat berbasis sektor riil itu adalah pembangunan yang meliputi sektor pertanian dalam arti luas (peternakan, perkebunan, perikanan dan ketahanan pangan).
"Dan sekitar 70 persen masyarakat Sumut menggantungkan harapan dan kehidupannya di sektor tersebut," ujar Ketua PHRI Sumut dan Ketua Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Sumut ini.
Dikatakannya, Komisi B yang membidangi perekonomian sungguh-sungguh mengharapkan agar Pemprovsu segera merevisi RPJMD tersebut dengan serta merta, apalagi Gubsu Syamsul Arifin dalam visi-misinya mengedepankan agar rakyat tidak lapar, tidak bodoh, tidak lapar dan memiliki masa depan.
"Kalau demikian halnya berarti RPJMD Pemprovsu 2009-2013 ini bisa disebut tidak sesuai dengan visi-misi Gubernur Sumut Syamsul Arifin. Hal ini sangat mengherankan dan mengecewakan kita," tegas Layari Sinukaban.
Layari mengingatkan kembali, sesuai dengan undang-undang, DPRD Sumut merupakan unsur penyelenggara pemerintahan bersama Pemprovsu. "Dengan demikian dirinya selaku Ketua Komisi B DPRD Sumut sangat berharap kiranya RPJMD Sumut itu segera direvisi demi kepentingan rakyat," katanya.
Ia menambahkan, dirinya juga sangat kecewa dengan undangan Gubernur Sumut kepada DPRD Sumut, yang cuma sebatas sosialisasi belaka. Hal itu bermakna anggota DPRD Sumut tidak berhak memberikan usulan untuk memperkaya dan memperbaiki muatan yang terkandung di dalam RPJMD Sumut tersebut.
"Kendati begitu, saya akan bersuara keras dalam acara itu, dan akan melakukan desakan supaya ekonomi mikro dicantumkan di dalam RPJMD yang sangat penting dan strategis tersebut," katanya. ***

Berita Metro Siantar, 14 Desember 2009

DPR Dukung Otorita Danau Toba

Senin, 14 Desember 2009

Pemkab Diminta Membuat Grand Design
SIMALUNGUN-METRO; Komisi II DPR RI meminta Pemkab Simalungun bersama delapan pemerintah kabupaten yang mengitari Danau Toba menyiapkan rancangan pembangunan jangka panjang untuk kemajuan wisata Danau Toba. Hal ini berkaitan dengan semakin derasnya usulan Danau Toba dijadikan sebagai daerah otorita.

Baru-baru ini, anggota komisi II DPR-RI, Eddy Mihaty MSi yang ditemui usai bertemu dengan jajaran Muspida Plus Pemkab Simalungun mengatakan, pihaknya (DPR RI) merasa perlu mengetahui program pemerintah daerah kerja untuk menjadikan Danau Toba sebagai daerah otorita.

"Untuk itu kita mengimbau pemerintah daerah termasuk Simalungun menyiapkan grand design pembentukan daerah otorita Danau Toba itu," kata wanita berkulit putih ini.

Ditanya pendapatnya tentang potensi keberhasilan sebuah badan otorita? Eddy Mihaty memrediksi, jika dikelola dengan baik akan menunjang percepatan laju pertumbuhan ekonomi pariwisata di daerah Sumatera Utara. Hal ini kata Mihaty berkaca pada pengalaman beberapa daerah otorita seperti Batam.

"Seandainya telah direncanakan dengan matang dan memang diyakini dapat memaksimalkan seluruh potensi yang terkandung di Danau Toba, secara pribadi dan kelembagaan, saya mendukung program pembentukan daerah otorita itu," tegas Politisi dari PDI-P asal DI Yogyakarta ini sembari mengajak elemen masyarakat mendukung rencana pembentukan badan otorita Danau Toba.

"Pembentukan badan otorita perlu segera diwujudkan dengan harapan dapat mengembalikan kejayaan Danau Toba seperti beberapa dekade lalu. Selain itu, dengan adanya badan otorita Danau Toba, diharapkan kesejahteraan masyarakat di beberapa kabupaten yang berbatasan dengan Ddanau Toba seperti Simalungun, Dairi, Samosir, Tobasa, dapat ditingkatkan," katanya.

Bantu PAD 6 Kabupaten

Sementara itu Pemkab Karo dan DPRD menyambut baik usulan pembentukan Badan Otorita Danau Toba untuk pengembangan ojek wisata yang dilindungi Undang-Undang. Hal ini dikatakan petanda baik bagi enam kabupaten/kota yang berada di kawasan Danau Toba seperti Kabupaten Simalungun, Humbahas, Tobasa, Samosir, Dairi dan Kabupaten Karo.

"Apabila badan otorita Danau Toba terbentuk, enam kabupaten itu bakal menjadi salahsatu ikon wisata nasional. PAD masing-masing daerah akan meningkat," ujar Sekda Karo, Ir Makmur Ginting MSi.

"Wisata akan bisa maju bila wisatawan telah menganggap daerah yang dikunjunginya sebagai tempat hidupnya," katanya sembari membandingkan keindahan Danau Toba tak kalah indah dengan objek wisata Bali.

Kata Ir Makmur lagi, dalam mengembangkan badan otorita Danau Toba harus ada kesepakatan antara pemerintah provinsi dan kabupaten lainnya untuk mengembangkan dan mengelola badan otorita Danau Toba.

"Pemprovsu dan kabupaten lainnya harus satu persepsi dalam hal tata ruang untuk mengembangkan otorita Danau Toba baik dari segi perdagangan, industri, pelayanan transportasi berskala nasional," pungkasnya.

Hal yang sama juga dikatakan Ketua Komisi B DPRD Karo, Frans Dante Ginting. Menurutnya, dalam pengembangan tersebut, Pemkab Karo dan kabupaten lainnya yang berada di kawasan Danau harus duduk satu meja untuk melakukan kajian-kajian.

Usulan agar kawasan wisata Danau Toba dijadikan daerah Otorita juga mendapat dukungan dari berbagai kalangan. Ada yang optimis, namun ada juga yang pesimis dalam perwujudan kawasan ini menjadi daerah Otorita. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) Sumut Layari Sinukaban mendukung adanya usulan ini.

Menurut Layari yang juga Ketua Komisi B (Bidang Perekonomian) DPRD Sumut, Gubernur Sumatera Utara H Syamsul Arifin SE dan 8 Kepala Daerah (Bupati) yang ada di kawasan Danau Toba wajib mendukung dan memperjuangkan gagasan menjadikan Danau Toba menjadi daerah Otorita ke pemerintah pusat.

"Dengan perubahan status menjadi daerah Otorita, diharapkan daerah tujuan wisata (DTW) Danau Toba bisa dikelola lebih maksimal, profesional dan berskala internasional," tegas Layari.

Tidak hanya gubernur dan kepala daerah yang ada di 8 kabupaten/kota di kawasan Danau Toba, lanjutnya anggota DPRD di 8 kabupaten/kota tersebut juga harus menunjukkan dukungannya. Dan, 8 kabupaten/kota yang wilayahnya bersinggungan langsung dengan kawasan Danau toba adalah Samosir, Toba Samosir, Tapanuli Utara, Simalungun, Karo, Dairi, Pakpak Bharat dan Humbang Hasundutan.

Barangkali, kata Layari ada anggapan dari beberapa kalangan di kabupaten/kota yang bersinggungan dengan kawasan Danau Toba dengan menjadi daerah Otorita akan mengurangi kontribusi kawasan wisata tersebut ke PAD masing-masing kabupaten. Padahal, lanjutnya dengan adanya otorita itu akan meningkatkan kontribusi terhadap 8 kabupaten/kota yang ada di sekitar Danau Toba, bahkan kontribusinya terhadap provinsi masih memungkinkan untuk ditingkatkan.

"Tak ada salahnya kalau kita berguru pada pengalaman beberapa daerah yang sudah menjadi daerah otorita. Seperti Pulau Batam misalnya. Kawasan ini sekarang sangat pesat dalam mempromosikan kawasan wisatanya. Mereka mengusung motto "Visit Batam 2010". Jangankan Batam, Asahan yang hanya mengandalkan sektor kelautan dan perikanan saja menjadi daerah otorita," tandasnya.

Apalagi Danau Toba yang menjadi salah satu keajaiban dunia, kata Layari memiliki pemandangan alam yang sangat indah. DTW Danau Toba harus dibangkitkan kembali untuk meningkatkan arus kunjungan wisatawan lokal dan mancanegara.

"Daerah otorita akan lebih menjamin datangnya investor dari dalam negeri maupun luar negeri. Dengan masuknya investor, kawasan Danau Toba akan lebih hidup dan industri pariwisata di kawasan ini akan lebih bergairah," paparnya.

Karena, kata Layari yang juga Ketua HIPPI Sumut ini, di negara mana pun di dunia ini, kemajuan sektor pariwisata menjadi salah satu tolok ukur kemajuan sebuah negara, selain menjadi salah satu kontribusi terbesar devisa negara.

Ia menambahkan, usulan Danau Toba menjadi daerah Otorita jangan hanya sebatas wacana atau rencana yang tidak pernah diwujudkan. Otorita menjadi solusi untuk membenahi kawasan DTW Danau Toba. (mag-07/ana/int)

Beerita Waspada, 8 Desember 2009

Hadapi FTA ASEAN-China dengan semangat nasionalisme

Warta - Sumut
WASPADA ONLINE

MEDAN - Komisi B DPRD Sumatera Utara minta pemerintah di semua tingkatan mendorong upaya peningkatan kecintaan masyarakat terhadap produk Indonesia, menyusul segera diberlakukannya "Free Trade Area (FTA)" atau area perdagangan bebas ASEAN-China mulai 1 Januari 2010.

"Perdagangan bebas hanya bisa dihempang dengan semangat nasionalisme yang tinggi. Jika tidak, produk-produk dalam negeri akan semakin terpuruk diserbu produk asing, dalam hal ini produk-produk asal China," ujar Ketua Komisi B Bidang Perekonomian DPRD Sumut, Layari Sinukaban, tadi pagi.

Ia mengatakan, produk-produk asal China sudah sejak lama "membanjiri" pasar dalam negeri termasuk Sumut. Produk-produk yang ditawarkan bahkan lebih berkualitas sekaligus dengan harga yang lebih murah ketimbang produk lokal.

"Kini ada 'FTA'. Tanpa 'FTA' saja sudah sangat banyak produk asal China menguasai pasar dalam negeri termasuk pasar-pasar tradisional. Amerika Serikat saja kewalahan mengatasi serbuan produk asal China," katanya.

Sehubungan dengan itu, politisi dari Partai Demokrat itu mengaku sangat berharap pemerintah terus menggelorakan semangat nasionalisme dan kecintaan masyarakat Indonesia terhadap produk dalam negeri.

"Rakyat harus terus diimbau dan bahkan dipacu agar tetap berpijak pada asas mencintai produk dalam negeri. Pemerintah harus terus memberi dorongan agar mencintai produk dalam negeri menjadi budaya bangsa, seperti yang telah banyak dilakukan negara lain," ujarnya.

Tidak hanya sampai di situ, pemerintah juga harus berkepentingan dalam menjamin eksistensi usaha kecil, mikro dan koperasi (UKMK) agar tidak tergerus produk impor. Pemerintah diminta memberikan segala bentuk kemudahan agar UKMK bisa bertahan di tengah derasnya serbuan produk impor.

Menurut Wakil Ketua DPD Partai Demokrat Sumut itu, pemerintah juga harus membebaskan UKMK dari segala bentuk pungutan yang hanya menimbulkan biaya tinggi.

"Bila perlu pemerintah menyediakan skim kredit dengan bunga non-komersial dan menjamin pemasaran produk UKMK. Segala bentuk perizinan semestinya juga tanpa biaya," ujarnya.

Selain itu, pemerintah melalui instansi terkait juga dapat mendorong peningkatan kualitas produk lokal melalui pembinaan-pembinaan secara berkelanjutan.

"Dengan berbagai sokongan itu harga pokok produksi produk lokal akan semakin rendah dengan mutu yang lebih baik, sehingga diharapkan bisa bersaing dengan produk impor," katanya.

Layari Sinukaban yang juga Ketua Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Sumut mengaku sangat khawatir "FTA ASEAN-China" akan semakin membuat produk dalam negeri terpojok dan menjadi asing di negeri sendiri.

"Peran pemerintah tentu sangat kita harapkan, sementara lembaga keuangan juga diharapkan memberi kemudahan bagi UKMK di dalam negeri. Jangan seperti selama ini, BI rate hanya 6,5 persen tetapi bunga kredit bisa mencapai 14-17 persen, sementara tingkat bunga internasional justru di bawah 4 persen," pungkasnya.
(dat02/ann)

http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=72516:hadapi-fta-asean-china-dengan-semangat-nasionalisme&catid=15:sumut&Itemid=28