Senin, 09 November 2009

Berita Suara Merdeka

Ekonomi & Bisnis
26 Mei 2009
Roadshow BIF 2009 di Medan
ANTHONY Pardede, seorang tour guide senior di Medan mengatakan, orang Medan lebih suka pergi ke Penang atau Kualalumpur daripada ke Borobudur. ”Bukan karena tidak cinta Tanah Air, tetapi karena persoalan biaya,” katanya saat berbincang-bincang dengan Suara Merdeka di Medan.

Pardede benar. Karena, tak hanya dia yang bersuara begitu. Suparman, seorang pekerja hotel mengatakan, biaya perjalanan dan jarak ke Jawa memang menjadi persoalan bagi orang Medan.

Untuk pergi ke Penang, mereka cukup dengan Rp 500 ribu untuk pesawat pulang-pergi. Sedangkan ke Jakarta misalnya paling tidak harus mengeluarkan Rp 1.500.000, belum lagi kalau harus disambung ke Borobudur.

Kenyataan inilah yang membuat jajaran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jateng membujuk agar para wisatawan Medan atau Sumatera Utara mau ke Borobudur.

Dalam sebuah kemasan roadshow Borobudur International Festival (BIF) 2009, pekan lalu dan dipimpin kepala dinas Gatot Bambang Hastowo, mereka terbang ke Medan untuk menjemput wisatawan. Delegasi ke Medan beranggotakan unsur Asita, PHRI, PPW, Media dan kesenian.

Tidak hanya dalam rangka menggaet wisatawan dan mempromosikan BIF, kata Gatot, tetapi juga dalam upaya mencari dukungan dari semua pihak untuk mengembalikan Borobudur sebagai salah satu keajaiban dunia.
Maka The Revival of A World Wonder menjadi tema BIF tahun ini. Dan tema ini pula yang diusung ke Medan dalam sebuah bussiness meeting.

Sambutan Baik

Sambutan cukup baik pun datang dari kalangan pariwisata di Medan, pada saat acara temu bisnis digelar selama seharian di Hotel Soechi. Sambutan tak hanya datang dari Kepala Dinbudpar Sumut, Ir Hj Nurlisa Ginting MSc.

Dia menghargai kerja keras Jateng untuk mengembalikan Borobudur sebagai salah satu keajaiban dunia melalui BIF. Dia berjanji mengerahkan para pelaku wisata se-Sumut untuk hadir di Borobudur, Juli mendatang.

Gatot menambahkan, Jateng sangat layak menjadi salah satu tujuan wisata, karena kekayaan budaya dan potensi pariwsatanya sangat beragam.

”Tidak hanya Borobudur. Di Jateng terdapat lebih dari seribu macam seni tari. dan 98 daya tarik wisata alam, 87 wisata buatan serta 62 wisata budaya. Belum lagi wisata kuliner, wisata religi dan potensi kerajinannya,” tutur dia.

Namun, sekali lagi, soal biaya menjadi hambatan bagi para pelancong di Medan. Meski daya tarik wisata yang ditawarkan menggiurkan.

Seperti dikemukakan Layari Sinukaban, ketua BPD PHRI Sumut dan Ronny Purba dari sebuah biro perjalanan wisata. ”Kalau hanya libur satu atau dua hari, pasti orang sini memilih pergi ke Penang atau Kuala Lumpur. Karena biayanya lebih murah,” tutur Sinukaban.

Tidak hanya kedua pelaku wisata itu yang berkomentar demikian. Surya Salim, Nerlina P, Ika, dan Halim, para pelaku pariwisata lainnya juga mengemukakan hal senada.

”Bahkan saking murahnya biaya ke Penang, orang-orang kampung yang tidak bisa berbahasa Indonesia pun sampai ke negeri seberang itu,” tambah Nurlisa Ginting.

”Meskipun beberapa yang datang tahunya Borobudur itu masuk wilayah Yogya, gak apa-apalah. Yang penting mereka tetap mau datang ke Jateng,” tutur Juwahir, Wakil Ketua Asita Jateng, yang tergabung dalam tim tersebut.

Hal senada juga diungkapkan Megantoro, manager Agrowisata Sondokoro, Karanganyar dan Lily Widoyani dari Kaissa Rossie Semarang. Beberapa deal saat temu bisnis pun dicapai oleh tim dari Jateng. ”Kami senang bisa menggaet turis Yunani, yang sedang berada di Medan,” kata Lily. (Eko H Mudjiharto-59)

http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2009/05/26/65080/Roadshow.BIF.2009.di.Medan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar